SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 9/PJ/2010

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 9/PJ/2010

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 2/PMK.03/2010 TENTANG
BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah disahkan dan diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.03/2010 tanggal 8 Januari 2010 tentang biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, dengan ini disampaikan kembali hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam Peraturan Menteri tersebut antara lain diatur :
a. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung  untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
b.



Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
c.



Tidak termasuk Biaya Promosi adalah :
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
2) Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.
d. Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
e. Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong dengan format atas pengeluaran Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain sebagaimana ditetapkan dalam lampiran.
g. Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
h. Dalam hal ketentuan huruf f dan g di atas tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Berdasarkan hal-hal di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a.


Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;
2) dikeluarkan secara wajar; dan
3) menurut adat kebiasaan pedagang yang baik.
b. Mekanisme pemotongan PPh kepada pihak-pihak yang menerima penghasilan atas pengeluaran biaya promosi mengacu pada ketentuan perpajakan yang berlaku.
c. Pada saat pengisian Lampiran Peraturan Menteri mengenai Daftar Nominatif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan mencantumkan Nama Kegiatan dan Lokasinya;
2) Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom Keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;
3) Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.
3. Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.42/1990 tanggal 2 Oktober 1990 tentang Biaya Promosi bagi Perusahaan Rokok/Cerutu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan di lapangan.



Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Februari 2010
Direktur Jenderal,

ttd

Mochammad Tjiptardjo
NIP. 060044911


Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. Para Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 25/PMK.011/2010


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 25/PMK.011/2010

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN
MINYAK GORENG KEMASAN SEDERHANA DI DALAM NEGERI
UNTUK TAHUN ANGGARAN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang
:
a.
bahwa berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Kebijakan Minyak Goreng pada tanggal 28 Desember 2009 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ditetapkan pemberian Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas penyerahan minyak goreng sawit kemasan Minyakita di dalam negeri untuk tahun anggaran 2010 dengan pagu anggaran sebesar Rp240.000.000.000,00 (dua ratus empat puluh miliar rupiah);


b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Minyak Goreng Kemasan Sederhana di Dalam Negeri untuk Tahun Anggaran 2010;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47/ Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);


2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);


3.
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075);


4.


MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN MINYAK GORENG KEMASAN SEDERHANA DI DALAM NEGERI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2010.

Pasal 1


(1)
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng sawit kemasan sederhana di dalam negeri oleh Pengusaha Kena Pajak ditanggung oleh Pemerintah.


(2)
Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan pagu anggaran sebesar Rp240.000.000.000,00 (dua ratus empat puluh miliar rupiah).

Pasal 2


Minyak goreng sawit kemasan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek MINYAKITA, diproduksi oleh produsen yang didaftarkan di Departemen Perdagangan dengan model desain dan spesifikasi kemasan yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

Pasal 3


Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan minyak goreng sawit kemasan sederhana di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib membuat Faktur Pajak dengan membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 25/PMK.011/2010".

Pasal 4


Tata cara penatausahaan perpajakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 5


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta





pada tanggal 29 Januari 2010





MENTERI KEUANGAN,
           
          ttd.
           
          SRI MULYANI INDRAWATI
           


Diundangkan di Jakarta



pada tanggal 29 Januari 2010



MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

       
    ttd.  
       
    PATRIALIS AKBAR  
       
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 53

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PMK.011/2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21/PMK.011/2010

TENTANG

PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK
KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi tidak terbarukan dan untuk menjamin tersedianya pasokan energi yang berkelanjutan, perlu mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan;
  2. bahwa dalam rangka menarik investasi dan meningkatkan daya saing di bidang pemanfaatan sumber energi terbarukan perlu memberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi pengusaha yang bergerak di bidang usaha pemanfaatan sumber energi terbarukan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan.

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  5. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4675) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4892);
  8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009.

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
  1. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat dengan PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  2. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat dengan PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  3. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  4. Sumber Energi Terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
  5. Energi Terbarukan adalah energi yang berasal dari Sumber Energi Terbarukan.


BAB II
FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABENAN

Pasal 2

Untuk kegiatan pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dapat diberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan berupa :
  1. fasilitas PPh;
  2. fasilitas PPN;
  3. fasilitas Bea Masuk;
  4. fasilitas pajak ditanggung Pemerintah.


BAB III
FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

Pasal 3

(1) Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah :
  1. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;
  2. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, sebagai berikut  :
    Kelompok Aktiva Tetap Berwujud Masa Manfaat Menjadi Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode
        Garis Lurus Saldo Menurun
    1. Bukan Bangunan :
         
              Kelompok I 2 tahun 50% 100 % (dibebankan sekaligus)
              Kelompok II 4 tahun 25% 50%
              Kelompok III 8 tahun 12,5% 25%
              Kelompok IV 10 tahun 10% 20%
           
    1. Bangunan :
         
              Permanen 10 tahun 10% -
              Tidak Permanen 5 tahun 20% -
  3. Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; dan
  4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut :
    1) tambahan 1 tahun : apabila penanaman modal baru dilakukan pada bidang-bidang usaha tertentu di kawasan industri dan kawasan berikat;
    2) tambahan 1 tahun : apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
    3) tambahan 1 tahun : apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
    4) tambahan 1 tahun : apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau
    5) tambahan 1 tahun : apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke-4 (empat).
(2) Tata cara pemberian fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu dan peraturan pelaksanaannya, beserta perubahannya.


Pasal 4

(1) Atas impor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.
(2) Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara otomatis tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB).


BAB IV
FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pasal 5

(1) Fasilitas PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah pembebasan dari pengenaan PPN atas impor Barang Kena Pajak yang bersifat strategis berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak.
(2) Tata cara pembebasan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan pelaksanaannya, beserta perubahannya.


BAB V
FASILITAS BEA MASUK

Pasal 6

Fasilitas Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c adalah fasilitas pembebasan Bea masuk sebagaimana diatur dalam :
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal, beserta perubahannya;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.011/2008 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, beserta perubahannya.


BAB VI
FASILITAS PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH

Pasal 7

Fasilitas pajak ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d adalah fasilitas pajak ditanggung Pemerintah yang diatur dengan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan peraturan pelaksanaannya.


BAB VII
PENUTUP

Pasal 8

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2010

ttd

MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

ttd

PATRIALIS AKBAR




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 45

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.011/2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24/PMK.011/2010

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG
UNTUK KEGIATAN USAHA HULU EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI SERTA
KEGIATAN USAHA EKSPLORASI PANAS BUMI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka meningkatkan produksi nasional minyak dan gas bumi serta panas bumi, perlu memberikan insentif fiskal kepada kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi untuk Tahun Anggaran 2010;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075);
  4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
   
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA HULU EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI SERTA KEGIATAN USAHA EKSPLORASI PANAS BUMI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2010.


Pasal 1

(1) Pajak Pertambahan Nilai terutang atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi oleh pengusaha di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi atau pengusaha di bidang kegiatan usaha panas bumi, ditanggung Pemerintah.
(2) Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pagu anggaran sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010 beserta perubahannya.


Pasal 2

(1) Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan terhadap barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi dengan ketentuan sebagai berikut:

a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;

b. barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau

c. barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
(2) Kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah yang ditentukan.
(3) Kegiatan usaha eksplorasi panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah permukaaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi panas bumi.


Pasal 3

Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) meliputi:
  1. Pengusaha di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang mengikat kontrak kerjasama dengan Pemerintah Republik Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
  2. Pengusaha di bidang kegiatan usaha panas bumi yang telah mengikat kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia atau mendapat Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi setelah tanggal 31 Desember 1994, atau pengusaha di bidang panas bumi yang mendapatkan penugasan untuk melakukan survei pendahuluan dari Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 4

Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah barang-barang yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai pelabuhan pemasukan sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 5

(1) Permohonan untuk mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dilampiri dengan Rencana Impor Barang (RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Permohonan untuk mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dilampiri dengan Rencana Impor Barang (RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) RIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut :

a. Nomor dan Tanggal RIB;

b. Nama Perusahaan Kontraktor;

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. Alamat;

e. Dasar Kontrak;

f. Wilayah Kontrak;

g. Kantor Pabean Tempat Pemasukan Barang;

h. Pos Tarif;

i. Uraian Barang;

j. Negara Asal Barang;

k. jumlah/Satuan Barang;

l. Perkiraan Harga/Nilai Impor;

m. Jenis Kegiatan (eksplorasi atau eksploitasi); dan

n. Pimpinan Perusahaan Kontraktor.
(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan dalam 1 (satu) RIB bersamaan dengan pengajuan permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi beserta perubahannya.


Pasal 6

(1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah menerima dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, selanjutnya membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK 24/PMK.011 /2010" pada semua lembar Pemberitahuan Pabean Impor dan Surat Setoran Pajak.
(2) Salinan RIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada:

a. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi untuk bidang usaha hulu minyak dan gas bumi; dan

b. Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral untuk bidang usaha panas bumi.
(3) Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Daftar Jumlah Pajak Ditanggung Pemerintah setiap triwulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan.
(4) Berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) Nihil.
   

Pasal 7

Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 8

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2010.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2010
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.
   
PATRIALIS AKBAR




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 50

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2010


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 17/PMK.03/2010

TENTANG

PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN
 SENDIRI PASCABENCANA ALAM DI WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT
DAN SEBAGIAN PROVINSI JAMBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,


Menimbang
:
a.
bahwa untuk membantu pemulihan dan percepatan rekonstruksi kembali wilayah Provinsi Sumatera Barat dan sebagian Provinsi Jambi yang mengalami bencana alam, perlu memberikan keringanan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri;


b.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur batasan dan tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri;


c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri Pascabencana Alam di Wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Sebagian Provinsi Jambi;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);


2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);


3.
Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);


4.


MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI PASCABENCANA ALAM DI WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT DAN SEBAGIAN PROVINSI JAMBI.


Pasal 1


(1)
Atas kegiatan membangun sendiri tempat tinggal dan tempat usaha yang terkena bencana alam dengan luas bangunan 200m2 (dua ratus meter persegi) atau lebih dan bersifat permanen, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dikali dengan Dasar Pengenaan Pajak.


(2)
Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bencana gempa bumi yang terjadi di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009 dan wilayah Provinsi Jambi pada tanggal 1 Oktober 2009.


(3)
Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 0% (nol persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan tersebut, tidak termasuk harga perolehan tanah.


(4)
Dalam hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri, tidak dapat dikreditkan.


Pasal 2


Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terbatas hanya untuk wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 3


Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor ke Kas Negara atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan pada atau setelah terjadinya bencana alam sampai dengan diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dapat dimintakan pengembalian.


Pasal 4


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 31 Desember 2010.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.







Ditetapkan di Jakarta







pada   tanggal   25  Januari   2010







MENTERI KEUANGAN,







SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 25  Januari   2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 34



                                                             LAMPIRAN
PERATURAN     MENTERI     KEUANGAN
NOMOR      17/PMK.03/2010     TENTANG
PERLAKUAN    PAJAK    PERTAMBAHAN 
NILAIATAS    KEGIATAN   MEMBANGUN
SENDIRI         PASCABENCANA        ALAM
DI     WILAYAH     PROVINSI    SUMATERA
BARAT DAN SEBAGIAN PROVINSI JAMBI

RINCIAN WILAYAH-WILAYAH YANG TERKENA BENCANA ALAM GEMPA BUMI
DI PROVINSI SUMATERA BARAT DAN SEBAGIAN PROVINSI JAMBI


I.
Provinsi Sumatera Barat :
1. Kota Padang
2. Kota Bukittinggi
3. Kota Pariaman
4. Kota Padang Panjang
5. Kabupaten Pesisir Selatan
6. Kabupaten Agam
7. Kabupaten Solok
8. Kabupaten Padang Pariaman
9. Kabupaten Pasaman
10. Kabupaten Pasaman Barat
11. Kabupaten Kepulauan Mentawai
12. Kabupaten Tanah Datar
II.
Provinsi Jambi :
Kabupaten Kerinci
MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI